Cara Nabi
Menghindari Maksiat
Nabi besar yang berahlaq mulia tidak hanya pandai
memanage perutnya dengan banyak berpuasa. Beliau juga mampu mengatur
mripate(kedua matanya) dari pandangan maksiat. Sesekali Nabi mengigatkan kepada
umatnya agar senantiasa menjaga mata dengan cara Ghodul Bashar[1]. Dengan kata
lain, kita dituntut mampu mengendalikan mata dari pandangan-pandangan (maksiat)
yang bisa menganggu kejernihan hati dan jiwa serta kecerdasan intelekktual
(fikiran). Ghodul Bashar (menjaga pandangan), ini berlaku untuk kaum lelaki dan
wanita, bukan hanya bagi kaum lelaki, berdasarkan keterangan bahwa Nabi pernah
kedatangan seorang sahabat yang bernama Umi Maktum yang buta. Ketika Umi Maktum
hendak memasuki daleme (rumah) Kanjeng Nabi, siti Aisah minta izin kepada
baginda Nabi untuk menemuinya. Ternyata pada waktu itu Nabi tidak
mengizinkanya, dengan alasan; walaupun Umi Maktum seorang yang buta tetapi Siti
Aisah tetap bisa melihatnya.
Berangkat dari kisah diatas, larangan Ghodul Bashar tidak
hanya dikhusukan kepada untuk kaum lelaki. Hendaknya kaum wanita juga melakukan
Ghodul Bashar, dengan cara merundukan kepala ketika sedang berjalan agar tidak
banyak bertatapan dengan kaum pria. Memakai Hijab atau cadar adalah salah satu
cara menghindari fitnah dan diminimalisir maksiat mata kaum pria. Ini, bisa
dilakukan oleh kaum pemuda dan remaja putri, karena dorongan nafsu yang masih
kuat. Namun, fenomena yang berkembang di belahan negara yang berpenduduk
muslim, kebanyakan tidak mengunakan cadar, Hijab, atau kerudung jilbab. Kondisi
seperti ini membuat kita semakin sulit untuk menghindarinya. Baginda Nabi
seolah-olah sudah bisa menangkap sinyal, bahwa umatnya dikemudian hari akan
hidup ditenggah-tenggah budaya sekuler dan terbuka. Oleh karena itu, beliau
memberikan trik khusus untuk menghindari maksiat mata, berdasarkan keterangan
hadisnya yang berbunyi”
يا معشر الشباب
من استطاع منكم الباءة فليتزوج . فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج . ومن لم يستطع فعليه
بالصوم فإنه له وجاء )رواه البخاري رقم 4778 )
Wahai para
pemuda..! barang siapa diantara kalian sudah(Mampu) memasuki waktu menikah,
maka menikahlah. Sesungguhnya menikah itu mampu menghindari maksiat mata, dan
menjaga dari maksiat kemaluan.
Beberapa Trik
Nabi yang ditawarkan, merupakan cara untuk meminimalisir maksiat serta demi
kemaslahatan pengikutnya;
Pertama Ghodul
Bashar atau merundukan kepala; cara ini diakui oleh baginda Nabi sangat berat,
bukan berarti tidak mampu kita lakukan. Akan tetapi diperlukan perjuanagan
serta latihan dengan inten agar mata tidak terbiasa tolah toleh atau atau
melotot melihat wanita dijalan.
Kedua: cara
yang kedua dengan berpuasa (manajemen perut). Puasa juga menjadi solusi terbaik
didalam mengurangi dorongan nafsu biologis. Dengan demikian, matapun tidak
blagaran (jelalatan) seperti biasanya. Kendati demikian, kemaksiatan mata
sangat sulit untuk dikendalikan, kecuali senantiasa mengingat Allah swt.
Ketiga;
Menikah, cara ketiga ini sangat mujarab serta penting untuk dilakukan agar
manusia tidak terus menerus melakukan pelangaran Mata. dengan menikah nafsu
bilogis bisa tersalurkan dengan halal, matapun juga terkurangi maksiatnya.
Hanya haja tidak semua orang bisa melakukanya dengan baik. Karena kondisi dan
situasi lingkungan tidak mendukung sehingga aktifitas maksiat mata masih belum
maksimal untuk menghindarinya.
Cara Aman Menghindari Maksiat.
Tidak semua
orang yang bersuami atau beristri mampu meredam gelora nafsunya dengan baik
sesuai dengan tuntunan Agama. Potensi maksiat mata ternyata tidak kenal waktu,
tempat dan usia. Menikah, Ghodul Bashar serta berpuasa kadangkala belum mampu
meredamnya. Hanya saja, tensi maksiatnya berkurang. Untuk menyelamatkan
umatnya, kanjeng Nabi memberikan cara lain, dengan tujuan agar umatnya selamat
dunia dan akhirat serta bahagia didalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari.
Cara ini sangat efektif, sebagaimana hadisnya yang berbunyi ”
Dari Jabir,
sesungguhnya Nabi saw pernah melihat wanita, lalu beliau masuk ke tempat
Zainab, lalu beliau tumpahkan hasrat dan keinginan beliau kepadanya, lalu
keluar dan bersabda, “Wanita, kalau menghadap, ia menghadap dalam rupa
setan….Bila seseorang di antara kamu melihat seorang wanita yang menarik,
hendaklah ia datangi istrinya, karena pada diri istrinya ada hal yang sama
dengan yang ada pada wanita itu.” (HR Tirmidzi).
Kandungan hadis
ini mengisaratkan, bahwa memandang wanita bisa menimbulkan fitnah, lebih-lebih
yang dipandang berparas ayu serta berpenampilan mengoda. Kondisi bangsa
Indonesia, serta pola hidup dan budaya serta busana sangat mendukung untuk
bermaksiat, belum lagi faktor lainya. Nabi menyarankan kepada kaum lelaki atau
wanita untuk tidak berpaling dari pasanganya. Manakala seorang istri atau suami
melihat lawan jenisnya, kemudian nafsu biologisnya muncul, hendaknya mendatangi
istrinya, begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, seseorang akan selamat, dan
tidak jatuh pada propaganda nafsunya serta nyayian syetan.
Maraknya
perselingkugan fisik, banyak faktor, salah satunya dikarenakan ketidak puasan
seseorang dengan pasangannya. Disisi lain, faktor nafsu yang tidak terkendali
serta mata yang tidak terjaga (tatapan genit) serta kondisi yang sangat jauh
dari nilai-nilai luhur islam. Sedangkan perselingkuhan hati diakibatkan karena
tidak mampu menerima kenyataan, sehingga kecenderungan bermain-main dengan pasangan
orang lain muncul. Ada kalanya yang menoba-coba. Pada hakekatnya; semua di picu
oleh dangkalnya pengetahuan Agama serta lemahnya keimanan dan ketaqwaan
seseorang.
Amal Penghapus Dosa.
Kemaksiatan
yang dilakuan manusia menjadikan Allah tidak ridho, atau menajadikan manusia
semakin jauh dari rahmat-Nya. Apalagi jarang menjalankan perintah-Nya; seperti
sholat puasa, sedekah, bahkan mengingat-Nya juga jarang dilakukan, apalagi
beramal sholeh. Dengan demikian, manusia nyaris dalam jurang kehancuran karena
kemaksiatan, akan tetapi jika manusia senantiasa mengingatnya kemabli, kemudian
rajin beribadah; baik mahdoh atau nawafil, maka Allah juga mengingat kita.
Amal sholeh
baik yang mahdhoh atau sunnah akan menjadi penghapus dosa, kecuali dosa-dosa
besar. Allah berfirman QS.Huud 114 yang isinya ” Dan dirikanlah sembahyang itu
pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada
malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.
Imam Al Hafid
Ibnu Katsir menerangkan didalam tafsirnya’ suatu saat datang seorang laki-laki
kepada Baginda Nabi, ia menyampaikan perihal dirinya yang tegila-gila dengan
seorang wanita, ia telah melakukan pelangaran-pelangaran, yang tidak
dilakukanya adalah berzina[2]. Laporan ini menjadi Asbabun Nujulnya surat Huud
ayat 114. Bahkan dzikir, istigfar juga menjadi penghapus, karena semuanya
dikategorikan amal baik. Nabi mencontohkan dengan ’’ لاإله إلا الله adalah sebaik-baik
dzikir. Dalam suatu keterangan telah ditegaskan; suatu ketika ada seorang
laki-laki yang datang kepada baginda Nabi, ketika sedang mengoda wanita
tersebut tiba-tiba ingat kepada-Nya, seketika itu ia meningalkan wanita itu.
Karena merasa getun dan menyesal, maka orang itu menanyakan kepada Nabi.
akhirnya Allah menjawabnya.
Berbeda dengan
seseorang yang melakukan kemaksiatan atau pacaran dengan disengaja, atau
direncanakan. Konteks cerita diatas dilatar belakangi dengan kitidak sengajaan
atau ada unsur perencanaan. Sedangkan fenomena yang berkembang sekarang,
terkesan direncankan dan disengaja, sedangkan prakteknya diulang-ulang. Yang
diharapkan ayat diatas tidaklah demikian, karena kebanykan dari umatnya
melakukan akrena terencana dengan rapi, serta disengaja.
عن أبي ذر ان النبي صلى الله عليه وسلم قال له
: اتق الله حيثما كنت واتبع السيئة الحسنة تمحها وخالق الناس بخلق حسن (رواه أحمد
رقم 21392 )
Di riwayatkan
dari Abi Darr, sesungguhnya Nabi SAW berpesan kepadanya:” bertaaqwalah engkau
kepada Allah dimana saja berada, dan ikutilah kejelekan itu dengan amal
kebaikan, amal baik itu bisa menghapusnya, berbudi pekertilah didepan manusia
denga budi pekerti yang indah (HR. Ahmad[3])
Semua bentuk
amal sholeh mampu menghapus dosa, baik bersifat wajib, sunnah. Semakin banyak
beramal sholeh, semakin banyak pula dosa yang terhapus, semakin sedikit amal
baik, potensi dosa semakin tinggi. Begitulah, keagungan Allah swt, serta
harapan Nabi terhadap pengikutnya; selamat didunia dan akhirat.
Dosa yang Tidak Terhapus.
Nabi telah
memberikan triknya bagaimana menghindari Maksiat, serta cara menghapusnya,
kendati demikian tidak semua dosa atau maksiat bisa terhapus dengan kebaikan.
Yang dimaksutkan oleh baginda Nabi, serta kandungan tafsir diatas adalah
dosa-dosa kecil, yang disebut dengan (al-Soghoir). Sedangkan dosa-dosa besar
(al-Kabair), tidak bisa hilang dengan amal kebaikan, akan tetapi bisa terhapus
dengan Taubatan Nasukha[4]. Begitulah, semua dosa kecil atau besar tetap akan
mendapatkan ampunan dari Allah swt. Hanya saja, dosa-dosa besar seperti Syirik,
durhaka kepada kedua orang tua, berzina, membunuh termasuk dosa yang memerlukan
taubat sungguh-sungguh,serta merasa kecewa dan tidak mengulangi lagi.
Sedangkan dosa
kecil, seperti ngrasani, mengintip, melihat wanita, serta dan lain sebagainya
dapat terhapus dengan kebaikan. Bahkan Nabi menjelaskan didalam hadisnya”
sesungguhnya Allah membuka pintu maaf dimalam hari bagi orang yang melakukan
dosa disinag hari, serta membuka pintu maag disiang hari bagi orang yang melakukan
dosa di malam hari” dalam keterangan lain, Allah juga menjelaskan bahwa
pengampunan Allah itu lebih besar dari dosa-dosa anak adam. Selama mereka mau
bertaubat kepada-Nya, maka Allah akan mengampuni, tidak perduli dosanya
memenuhi langit dan bumi. Nabi juga menjelaskan bahwa Allah sangat menyukai
orang-orang yang mau bertaubat serta mengakui kesalahan “Setiap anak adam
adalah tempat salah dan lupa, sebaik-baik mereka adalah mereka yang
kemabli(bertaubat) mengakui kesalahan”. Didalam kitab al-Tawwabin diceritakan
tengtang orang-orang yang bertaubat mulai dari malaikat, nabi dan utusan sampai
para sahabat dan para ulama’. Ini sebuah gambaran bahwa Allah SWT benar-benar
mahasa sempurna, sesuai dengan namanya’’al-Goffar, al-Rahman, al-Rahim,”.
Wallau a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar